- Kapan dan di mana akhirnya program?
Setelah mengkonsumsi berbagai vitamin, kami belum juga mendapatkan keturunan. Akhirnya, pada bulan Juli 2019 (setelah lebih dari 6 bulan dari konsul pertama kali), kami memutuskan untuk mencari second opinion dari dokter dan rumah sakit lain. Kami pergi ke RS Brawijaya Antasari dan bertemu dengan Prof Ali Baziad. Seorang profesor senior yang kami harap dapat membantu permasalahan kami. Setelah kami konsul, menceritakan, dan membawa hasil dari tes sebelumnya, Prof Ali memberi saran untuk santai dulu karena baru satu tahun menikah. Beliaupun memberi vitamin yang sama dengan sebelumnya dan menunggu hingga 3 bulan ke depan. Sebenarnya kami cukup tenang dengan penjelasan dokter namun kami juga bingung karena sangat santai jika dibanding sebelumnya yang memang disarankan untuk IVF.
Lagi-lagi setelah terus mengkonsumsi vitamin, belum juga ada tanda-tanda kehamilan. Kami tidak kembali ke Prof Ali untuk konsul setelah 3 bulan dan hanya mengandalkan vitamin-vitamin. Hampir dua tahun pernikahan, pada bulan Mei 2020 kami memutuskan untuk berpindah dokter dan rumah sakit, lagi. Kali ini tentu saja dengan bekal mental dan finansial jika memang harus melakukan program bayi tabung. Kami coba ke Klinik Morula Menteng (RSIA Bunda) dan memilih dokter Caroline berdasarkan feeling.
Sebenarnya ada trigger kenapa kita akhirnya memutuskan untuk mulai lagi melakukan program dan siap dengan bayi tabung. Jadi, di awal tahun 2020, ada program yang kami lihat di Instagram dari Malaysia Healthcareyang mengadakan program bayi tabung ke Malaysia gratis untuk beberapa pasangan dari Indonesia. Syarat-syarat udah beres dan yes ada notifikasi kalau kita lolos first screening dan tinggal tunggu info selanjutnya. Tapi, karena pandemi yang semakin parah dan Malaysia juga menutup diri, pada akhirnya program dibatalkan. Pada saat itu kita agak kecewa juga karena besar harapan dan sudah membayangkan bagaimana akan menjalani program di Malaysia, mengatur cuti segala macam. God says no, kita ikhlas terus malah kepikiran “ya udah yuk program, mumpung lagi di rumah aja (karena pandemi)”. Dari situlah jalannya terbuka.
- Why Morula
Kenapa kami akhirnya memilih Morula adalah karena sudah banyak testimoni yang bertebaran di internet. Mulai dari masyarakat umum sampai para selebritis. Secara biaya, kami rasa sama saja yang intinya program ini memakan banyak biaya alias mahal. Sehingga kita memutuskan klinik yang sudah banyak pengalaman serta memiliki teknologi untuk IVF yang memang advance. Satu hal lagi kenapa kita memilih Morula adalah karena kita mulai program di masa pandemi. Nah Morula ini merupakan klinik yang terpisah dari rumah sakit itu sendiri sehingga relatif lebih aman. Paket yang terdapat di Morula pada saat itu berada di kisaran 90jutaan (tergantung suntikannya). Walaupun sudah ada paket seperti itu, kita sih yakin kalau yang dikeluarin bakal lebih dari angka tersebut.
- Start the program
Pada bulan Mei 2020 itu akhirnya kita ke Morula dan bertemu dokter Caroline. Inget ya, pada saat menstruasi hari ke dua atau tiga biar bisa di usg. Prokes di Morula saat itu ya cukup oke. Kita dicek suhu, pakai hand sanitizer ketika masuk, dokter yang mengenakan APD lengkap, serta diberi jarak ketika di ruang tunggu. FYI, vibes ketika masuk ke Morula itu cukup berbeda dibanding ketika kita kontrol ke dokter kandungan biasa. Di sana kita bisa ngerasain perjuangannya. Kita bakal ngerasa kalo kita gak sendirian, semuanya sama loh lagi berusaha dapat baby. Even di sana juga banyak ibu hamil, kita gak bakal baper karena kita tau kalo mereka bisa dapetin itu karena udah berjuang di sini. Selalu terharu kalo masuk ke Morula.
Anyway masuklah ke ruang dokter. Dokter Caroline bener-bener orang yang cheerful, semangat, dan ngasih vibes yang positif banget. Seperti biasa dokternya nanya-nanya dan kami juga kasih hasil lab yang sebelumnya. Untuk HSG tidak perlu diulang karena masih valid (untuk 2 tahun kalau tidak salah), tetapi untuk sperma harus dicek kembali. Tapi karena lagi pandemi, saya gak bisa tes langsung di Morula kecuali sudah minimal rapid test. Solusinya adalah bisa dilakuin di rumah dengan syarat tidak lebih dari 30 menit (kalau tidak salah) di perjalanan lalu kita drop ke Morula. Cukup repot memang tapi kita lakukan seperti itu. Kita yang tinggal di Bekasi, udah pasti gak mungkin buat bawa itu 30 menit ke Menteng. Akhirnya, kita stay di rumah mertua di pasar minggu.
Sedikit cerita waktu h-1 pengambilan sampel sperma, malam harinya saya dikabarin kalau mbah saya meninggal dunia. Malam itu juga kita ke Depok (tempat mbah saya) lalu pulang lagi setelah larut malam ke Pasar Minggu. Stress, capek, rasanya campur aduk. Sempat mau nunda buat tes sperma tapi rasanya kok nanggung. Paginya sebelum pemakaman mbah saya, saya tetep drop sperma dulu ke Morula lalu cus ke Depok. Lalu gimana hasilnya? Hmm.
Lanjutannya di part ke-3 yaaaaa.
#CeritaIVF #IVF #bayitabung #RSPI #RSIABrawijaya #RSIABunda #Morula #Oligo #PengalamanIVF
Comments
Post a Comment